Kematian jantung mendadak tidaklah sama dengan serangan jantung biasa.
\r\n
Seseorang pada kondisi puncak
mereka, misalnya bintang olahraga profesional, atlet remaja, pelari
maraton, atau orang lain yang tampaknya sehat, tidak seharusnya jatuh
sakit dan meninggal karena penyakit jantung. Tapi hal ini terjadi, dan
membuat kita bertanya-tanya, peristiwa Adjie Masaid misalnya.
\r\n
Ini sangat menarik perhatian
masyarakat karena langkanya serangan jantung mendadak di kalangan usia
muda. Menurut Klinik Cleveland, kematian jantung mendadak membunuh 1
dalam 100.000 sampai 1 dalam 300.000 atlet di bawah usia 35, dan lebih
sering dialami pria.
\r\n
Timbul pertanyaan, apakah ada yang
bisa dilakukan untuk mencegah serangan tersebut? Siapakah yang paling
beresiko mengalami serangan mendadak tersebut? Apakah penderita akan
bisa bertahan dari serangan?
\r\n
“Jawabannya adalah ya”, kata
Christine E. Lawless, MD, MBA, seorang ahli jantung dan dokter olahraga
kedokteran di Chicago. Dia adalah wakil ketua dewan olahraga dan
pelatihan Akademi Kardiologi Amerika, dan konsultan kardiologis untuk
Sepakbola Liga Utama.
\r\n
“Kami sedang berusaha untuk membuat
orang-orang sadar bahwa seseorang dapat pulih dari serangan jantung jika
Anda langsung menolongnya dalam hitungan menit,” kata Lawless. Dengan
penggunaan langsung dari defibrillator eksternal otomatis, orang itu
memiliki kesempatan untuk hidup.
\r\n\r\n
Apa Itu Kematian Jantung Mendadak?
\r\n
Ketika Anda mendengar tentang
seorang anak muda jatuh meninggal, Anda mungkin berpikir “serangan
jantung.” Tapi ini berbeda. Untuk membedakannya, peristiwa ini kita
sebut “Kematian Jantung Mendadak” (KMJ) atau Serangan Henti Jantung.
\r\n
Serangan jantung biasa disebabkan
karena masalah pada dari sirkulasi atau “saluran” di jantung. Serangan
terjadi ketika terjadi penyumbatan mendadak arteri koroner sehingga
memotong aliran darah ke jantung, merusak otot jantung.
\r\n
Sebaliknya, kematian jantung
mendadak adalah karena masalah “listrik” dalam jantung. Ini terjadi
ketika sinyal-sinyal listrik yang mengendalikan kemampuan jantung
memompa, mengalami hubungan arus pendek. Secara tiba-tiba, jantung bisa
berdetak dengan sangat cepat, menyebabkan ventrikel jantung bergetar
atau berdebar, dan bukannya memompa darah secara terkoordinasi. Gangguan
irama itu disebut fibrilasi ventrikel, “terjadi sebagai respons
terhadap kondisi jantung yang menyebabkan gangguan tersebut, yang
mungkin sudah atau belum terdeteksi,” kata Lawless.
\r\n
Fibrilasi ventrikel mengganggu
gerakan jantung memompa, menghentikan aliran darah ke seluruh tubuh.
Seseorang yang terkena kematian jantung mendadak akan jatuh tiba-tiba
dan kehilangan kesadaran, tanpa denyut nadi atau bernapas.
\r\n
Tanpa tindakan segera berupa CPR
atau kejutan dari defibrillator otomatis, penderita biasanya meninggal
dalam beberapa menit. Karena itulah peristiwa ini disebut “kematian
jantung mendadak.
\r\n
Namun, memang ada hubungan antara
serangan jantung dengan kematian jantung mendadak. Serangan jantung
dapat memicu kerusakan listrik yang dapat menyebabkan kematian jantung
mendadak.
\r\n
Penyebab Kematian Jantung Mendadak
\r\n
Anda mungkin tahu bahwa tekanan
darah tinggi, kolesterol tinggi, diabetes, dan masalah lainnya dapat
menyebabkan penyakit jantung pada orang tua. Tapi Anda mungkin tidak
tahu tentang gangguan jantung langka, yang dapat menyebabkan serangan
jantung mendadak pada orang muda.
\r\n
“Kondisi yang mendasari pada orang
muda, sangat berbeda dari kondisi yang mendasari seseorang yang berusia
50 atau 60 tahun,” kata Lawless. “Pada orang muda, kita mencari penyakit
turunan dari miokardium [jaringan otot jantung], dari sistem listrik,
dan kemudian tentu saja, penyakit jantung bawaan.”
\r\n
Penyebab nomor 1 kematian jantung mendadak adalah: hypertrophic cardiomyopathy
(HCM), yaitu gangguan yang ditandai oleh penebalan abnormal dari otot
jantung. “Jantung penderita tebal,” kata Lawless. “Lapisan dalam dari
jantung mungkin tidak mendapatkan persediaan darah yang cukup dengan
berolahraga.”
\r\n
Tapi perlu diingat, HCM ini langka, dan diperkirakan hanya mempengaruhi 0,05% sampai 0,2% dari populasi.
\r\n
Kelainan bawaan dari arteri koroner
meruipakan risiko lain untuk terkena kematian jantung mendadak. Jadi
posisi arteri tidak benar, atau, seperti dalam kasus bintang basket Pete
Maravich, seseorang lahir dengan hanya satu arteri koroner, dan
bukannya dua seperti orang lain pada umumnya.
\r\n
Kondisi lain yang bisa memicu
kematian jantung mendadak mencakup gangguan listrik turunan dari jantung
yang disebut sindrom QT panjang, kondisi peradangan jantung yang
disebut miokarditis akut, dan sindrom Marfan.
\r\n
Sindrom Marfan adalah kelainan
genetik dari jaringan ikat yang dapat memiliki efek kardiovaskular
fatal. Orang dengan sindrom Marfan “cenderung tinggi dan kurus,” kata
Lawless. Mereka beresiko untuk merobek pembuluh darah mereka (seperti
aorta). Risiko robek meningkat seiring peningkatan mendadak tekanan
darah, yang mungkin terjadi selama aktivitas olahraga yang intens.
\r\n
Beberapa atlet meninggal setelah terkena benturan di dada, yaitu trauma yang disebut commotio cordis.
\r\n
“Ketika dada terbentur pada periode
rentan dari siklus jantung, maka jantung masuk kedalam ritme tidak
beratur, yaitu fibrilasi ventrikel,” kata Lawless. Jendela waktunya
sangat kecil, katanya. “Benturan harus terjadi dalam seperempat puluh
ribu detik.”
\r\n
Skrining untuk Risiko Kematian Jantung Mendadak
\r\n
Pada beberapa kasus, kematian jantung mendadak terjadi tanpa gejala yang terlihat sebelumnya.
\r\n
Tapi kadang-kadang, ada gejala yang
menimbulkan kecurigaan, contohnya: pebasket Reggie Lewis pingsan saat
pertandingan basket beberapa bulan sebelum dia meninggal.
\r\n
Asosiasi Jantung Amerika
merekomendasikan 12-langkah skrining untuk sekolah menengah umum dan
atlet perguruan tinggi. Skrining tersebut termasuk riwayat medis
keluarga dan pemeriksaan fisik. Penilaian ini menanyakan tentang nyeri
dada saat beraktivitas, pingsan tanpa sebab yang jelas, riwayat kematian
dini anggota keluarga akibat penyakit jantung, dan masalah relevan
lainnya. Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan bunyi murmur jantung,
denyut jantung, tekanan darah, dan tanda-tanda fisik dari sindrom
Marfan.
\r\n
Namun penilaian tersebut belum
digunakan secara keseluruhan dan cara terbaik untuk mengidentifikasi
pasien yang berisiko mengalami serangan jantung mendadak masih
diperdebatkan. Tidak semua dokter menggunakan penilaian tersebut, atau
bahkan tahu ada penilaian itu, serta ada berbagai masalah lain yang
terlibat.
\r\n
Sebagai contoh: penyebab kematian
jantung mendadak pada atlet jarang terjadi. Jadi untuk mencari
penyebabnya, seperti menemukan jarum di tumpukan jerami.
\r\n
Kemudian, beberapa atlet mungkin
enggan untuk melaporkan gejala, terutama jika mereka berpikir hal itu
bisa mempengaruhi waktu bermain mereka, peringkat, atau peluang
beasiswa.
\r\n
Terdapat masalah lain juga di atas
itu. “Mungkin pemeriksaan tidak dilakukan dengan tepat,” kata Vincent
Mosesso, MD, FACEP, direktur medis dari Asosiasi Serangan Jantung
Mendadak dan profesor pengobatan darurat di Universitas Pittsburgh.
\r\n
Pedoman AHA (American Heart Association atau
Asosiasi Jantung Amerika) tidak mengikutsertakan elektrokardiogram
rutin (EKG) atau ekokardiogram (evaluasi USG dari jantung). Penggunaan
kedua tes tersebut untuk memeriksa atlet sebelum berpartisipasi dinilai
kontroversial dan menambah biaya yang signifikan. Penentang tes ini
berpendapat bahwa tidak ada cukup bukti untuk mendukung efektivitas tes
tersebut dalam skrining, atau tes tersebut tidak efektif, dan tes
tersebut dapat menyebabkan tes lebih lanjut yang tidak beralasan. Tes
tersebut juga dapat memberikan hasil menyesatkan dan melarang banyak
atlet berpartisipasi padahal seharusnya atlet tersebut bisa
berpartisipasi. “Fakta bahwa atlet akan ditinggalkan adalah masalah yang
sangat nyata,” kata Lawless.
\r\n
Tapi tidak semua orang menunggu agar
tes tersebut mendapat ijin resmi. Di Maryland, Johns Hopkins menawarkan
program skrining untuk siswa atlet, berusia 14 sampai 18 tahun. Selain
kuesioner medis dan pemeriksaan fisik, skriningnya juga termasuk
elektrokardiogram untuk memeriksa denyut listrik jantung dan untuk
memeriksa sindrom QT panjang, serta echocardiogram untuk menilai ukuran
dan bentuk jantung, fungsi pemompaan, ketebalan otot jantung, dan
kondisi jantung katup.
\r\n
Diluar masalah perdebatan teknik
skrining, sangat penting untuk mengetahui masalah kematian jantung
mendadak ini diawal karena pengobatan dapat mengurangi risiko kematian
jantung mendadak tersebut. MIsalnya, orang muda yang berisiko mungkin
perlu menghindari olahraga yang kompetitif, konsumsi obat beta blocker
untuk mencegah jantung berdenyut terlalu cepat, atau menjalani operasi
untuk menanamkan defibrilator yang dapat mengejutkan jantung kembali ke
denyut listrik normal.
\r\n
Apa yang Harus Dilakukan
\r\n
Pastikan atlet remaja mendapatkan skrining yang direkomendasikan AHA.
\r\n
“Sangat penting bagi orangtua untuk
memberitahu dokter bahwa mereka benar-benar ingin dokter melakukan
skrining. Karena kadang kala banyak yang merasa bahwa orang hanya ingin
seseorang untuk menandatangani formulir dan berasumsi bawah anak
tersebut sehat.”, kata Mosesso.
\r\n
Kalau perlu, bawa salinan proses skrining AHA ketika mengunjungi dokter.
\r\n
Waspada terhadap gejala apapun.
\r\n
Masalah jantung yang menyebabkan
serangan jantung dapat memberikan tanda-tanda seperti: nyeri dada dan
hilang kesadaran (terutama akibat pengerahan tenaga), pingsan, palpitasi
atau jantung berdebar-debar, menjadi mudah lelah, lemah, pusing, dan
sesak napas.
\r\n
Olahraga akan meningkatkan beban
pada jantung yang rentan, sehingga gejala tersebut cenderung terjadi
selama atau setelah berolahraga.
\r\n
Siapkan Defibrillator Eksternal Otomatis (AED).
\r\n
AED Ini harus tersedia di sekolah
dan di semua acara dan praktek olahraga. Tidak ada alasan untuk tidak
menyediakan AED tersebut.
\r\n
AED juga tersedia di beberapa tempat
kerja dan bangunan umum. Anda tidak perlu menjadi seorang dokter untuk
menggunakannya karena ada petunjuk penggunaannya di alat tersebut.
Setelah dipasang pada korban, alat akan mendiagnosa dan mengobati
kelainan ritme secara otomatis.
\r\nJika Anda ragu menggunakan AED atau ingin menjadi lebih siap dan
juga belajar melakukan CPR, hubungi RS atau Palang Merah terdekat yang
dapat memberikan pelatihan.\r\n
Orang khawatir bahwa defibrillator
membutuhkan pemeliharaan dan meningkatkan tanggung jawab, kata Lawless,
tapi mesin AED telah terbukti menyelamatkan nyawa. “Kami tahu bahwa AED
berguna,” kata Mosesso.
\r\nhttp://dokita.co/blog/kematian-jantung-mendadak-penyebab-dan-pertolongan-pertama/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar