• Breaking News

    Senin, 03 April 2017

    Kematian Jantung Mendadak: Penyebab dan Pertolongan Pertama

    Kematian jantung mendadak tidaklah sama dengan serangan jantung biasa.
    \r\n
    Seseorang pada kondisi puncak mereka, misalnya bintang olahraga profesional, atlet remaja, pelari maraton, atau orang lain yang tampaknya sehat, tidak seharusnya jatuh sakit dan meninggal karena penyakit jantung. Tapi hal ini terjadi, dan membuat kita bertanya-tanya, peristiwa Adjie Masaid misalnya.
    \r\n
    Ini sangat menarik perhatian masyarakat karena langkanya serangan jantung mendadak di kalangan usia muda. Menurut Klinik Cleveland, kematian jantung mendadak membunuh 1 dalam 100.000 sampai 1 dalam 300.000 atlet di bawah usia 35, dan lebih sering dialami pria.
    \r\n
    Timbul pertanyaan, apakah ada yang bisa dilakukan untuk mencegah serangan tersebut?  Siapakah yang paling beresiko mengalami serangan mendadak tersebut? Apakah penderita akan bisa bertahan dari serangan?
    \r\n
    “Jawabannya adalah ya”, kata Christine E. Lawless, MD, MBA, seorang ahli jantung dan dokter olahraga kedokteran di Chicago. Dia adalah wakil ketua dewan olahraga dan pelatihan Akademi Kardiologi Amerika, dan konsultan kardiologis untuk Sepakbola Liga Utama.
    \r\n
    “Kami sedang berusaha untuk membuat orang-orang sadar bahwa seseorang dapat pulih dari serangan jantung jika Anda langsung menolongnya dalam hitungan menit,” kata Lawless. Dengan penggunaan langsung dari defibrillator eksternal otomatis, orang itu memiliki kesempatan untuk hidup.
    \r\n\r\n
    Apa Itu Kematian Jantung Mendadak?
    \r\n
    Ketika Anda mendengar tentang seorang anak muda jatuh meninggal, Anda mungkin berpikir “serangan jantung.” Tapi ini berbeda. Untuk membedakannya, peristiwa ini kita sebut “Kematian Jantung Mendadak” (KMJ) atau Serangan Henti Jantung.
    \r\n
    Serangan jantung biasa disebabkan karena masalah pada dari sirkulasi atau “saluran” di jantung. Serangan terjadi ketika terjadi penyumbatan mendadak arteri koroner sehingga memotong aliran darah ke jantung, merusak otot jantung.
    \r\n
    Sebaliknya, kematian jantung mendadak adalah karena masalah “listrik” dalam jantung. Ini terjadi ketika sinyal-sinyal listrik yang mengendalikan kemampuan jantung memompa, mengalami hubungan arus pendek. Secara tiba-tiba, jantung bisa berdetak dengan sangat cepat, menyebabkan ventrikel jantung bergetar atau berdebar, dan bukannya memompa darah secara terkoordinasi. Gangguan irama itu disebut fibrilasi ventrikel, “terjadi sebagai respons terhadap kondisi jantung yang menyebabkan gangguan tersebut, yang mungkin sudah atau belum terdeteksi,” kata Lawless.
    \r\n
    Fibrilasi ventrikel mengganggu gerakan jantung memompa, menghentikan aliran darah ke seluruh tubuh. Seseorang yang terkena kematian jantung mendadak akan jatuh tiba-tiba dan kehilangan kesadaran, tanpa denyut nadi atau bernapas.
    \r\n
    Tanpa tindakan segera berupa CPR atau kejutan dari defibrillator otomatis, penderita biasanya meninggal dalam beberapa menit. Karena itulah peristiwa ini disebut “kematian jantung mendadak.
    \r\n
    Namun, memang ada hubungan antara serangan jantung dengan kematian jantung mendadak. Serangan jantung dapat memicu kerusakan listrik yang dapat menyebabkan kematian jantung mendadak.
    \r\n
    Penyebab Kematian Jantung Mendadak
    \r\n
    Anda mungkin tahu bahwa tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, diabetes, dan masalah lainnya dapat menyebabkan penyakit jantung pada orang tua. Tapi Anda mungkin tidak tahu tentang gangguan jantung langka, yang dapat menyebabkan serangan jantung mendadak pada orang muda.
    \r\n
    “Kondisi yang mendasari pada orang muda, sangat berbeda dari kondisi yang mendasari seseorang yang berusia 50 atau 60 tahun,” kata Lawless. “Pada orang muda, kita mencari penyakit turunan dari miokardium [jaringan otot jantung], dari sistem listrik, dan kemudian tentu saja, penyakit jantung bawaan.”
    \r\n
    Penyebab nomor 1 kematian jantung mendadak adalah: hypertrophic cardiomyopathy (HCM), yaitu gangguan yang ditandai oleh penebalan abnormal dari otot jantung. “Jantung penderita tebal,” kata Lawless. “Lapisan dalam dari jantung mungkin tidak mendapatkan persediaan darah yang cukup dengan berolahraga.”
    \r\n
    Tapi perlu diingat, HCM ini langka, dan diperkirakan hanya mempengaruhi 0,05% sampai 0,2% dari populasi.
    \r\n
    Kelainan bawaan dari arteri koroner meruipakan risiko lain untuk terkena kematian jantung mendadak. Jadi posisi arteri tidak benar, atau, seperti dalam kasus bintang basket Pete Maravich, seseorang lahir dengan hanya satu arteri koroner, dan bukannya dua seperti orang lain pada umumnya.
    \r\n
    Kondisi lain yang bisa memicu kematian jantung mendadak mencakup gangguan listrik turunan dari jantung yang disebut sindrom QT panjang, kondisi peradangan jantung yang disebut miokarditis akut, dan sindrom Marfan.
    \r\n
    Sindrom Marfan adalah kelainan genetik dari jaringan ikat yang dapat memiliki efek kardiovaskular fatal. Orang dengan sindrom Marfan “cenderung tinggi dan kurus,” kata Lawless. Mereka beresiko untuk merobek pembuluh darah mereka (seperti aorta). Risiko robek meningkat seiring peningkatan mendadak tekanan darah, yang mungkin terjadi selama aktivitas olahraga yang intens.
    \r\n
    Beberapa atlet meninggal setelah terkena benturan di dada, yaitu trauma yang disebut commotio cordis.
    \r\n
    “Ketika dada terbentur pada periode rentan dari siklus jantung, maka jantung masuk kedalam ritme tidak beratur, yaitu fibrilasi ventrikel,” kata Lawless. Jendela waktunya sangat kecil, katanya. “Benturan harus terjadi dalam seperempat puluh ribu detik.”
    \r\n
    Skrining untuk Risiko Kematian Jantung Mendadak
    \r\n
    Pada beberapa kasus, kematian jantung mendadak terjadi tanpa gejala yang terlihat sebelumnya.
    \r\n
    Tapi kadang-kadang, ada gejala yang menimbulkan kecurigaan, contohnya: pebasket Reggie Lewis pingsan saat pertandingan basket beberapa bulan sebelum dia meninggal.
    \r\n
    Asosiasi Jantung Amerika merekomendasikan 12-langkah skrining untuk sekolah menengah umum dan atlet perguruan tinggi. Skrining tersebut termasuk riwayat medis keluarga dan pemeriksaan fisik. Penilaian ini menanyakan tentang nyeri dada saat beraktivitas, pingsan tanpa sebab yang jelas, riwayat kematian dini anggota keluarga akibat penyakit jantung, dan masalah relevan lainnya. Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan bunyi murmur jantung, denyut jantung, tekanan darah, dan tanda-tanda fisik dari sindrom Marfan.
    \r\n
    Namun penilaian tersebut belum digunakan secara keseluruhan dan cara terbaik untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko mengalami serangan jantung mendadak masih diperdebatkan. Tidak semua dokter menggunakan penilaian tersebut, atau bahkan tahu ada penilaian itu, serta ada berbagai masalah lain yang terlibat.
    \r\n
    Sebagai contoh: penyebab kematian jantung mendadak pada atlet jarang terjadi. Jadi untuk mencari penyebabnya, seperti menemukan jarum di tumpukan jerami.
    \r\n
    Kemudian, beberapa atlet mungkin enggan untuk melaporkan gejala, terutama jika mereka berpikir hal itu bisa mempengaruhi waktu bermain mereka, peringkat, atau peluang beasiswa.
    \r\n
    Terdapat masalah lain juga di atas itu. “Mungkin pemeriksaan tidak dilakukan dengan tepat,” kata Vincent Mosesso, MD, FACEP, direktur medis dari Asosiasi Serangan Jantung Mendadak dan profesor pengobatan darurat di Universitas Pittsburgh.
    \r\n
    Pedoman AHA (American Heart Association atau Asosiasi Jantung Amerika) tidak mengikutsertakan elektrokardiogram rutin (EKG) atau ekokardiogram (evaluasi USG dari jantung). Penggunaan kedua tes tersebut untuk memeriksa atlet sebelum berpartisipasi dinilai kontroversial dan menambah biaya yang signifikan. Penentang tes ini berpendapat bahwa tidak ada cukup bukti untuk mendukung efektivitas tes tersebut dalam skrining, atau tes tersebut tidak efektif, dan tes tersebut dapat menyebabkan tes lebih lanjut yang tidak beralasan. Tes tersebut juga dapat memberikan hasil menyesatkan dan melarang banyak atlet berpartisipasi padahal seharusnya atlet tersebut bisa berpartisipasi. “Fakta bahwa atlet akan ditinggalkan adalah masalah yang sangat nyata,” kata Lawless.
    \r\n
    Tapi tidak semua orang menunggu agar tes tersebut mendapat ijin resmi. Di Maryland, Johns Hopkins menawarkan program skrining untuk siswa atlet, berusia 14 sampai 18 tahun. Selain kuesioner medis dan pemeriksaan fisik, skriningnya juga termasuk elektrokardiogram untuk memeriksa denyut listrik jantung dan untuk memeriksa sindrom QT panjang, serta echocardiogram untuk menilai ukuran dan bentuk jantung, fungsi pemompaan, ketebalan otot jantung, dan kondisi jantung katup.
    \r\n
    Diluar masalah perdebatan teknik skrining, sangat penting untuk mengetahui masalah kematian jantung mendadak ini diawal karena pengobatan dapat mengurangi risiko kematian jantung mendadak tersebut. MIsalnya, orang muda yang berisiko mungkin perlu menghindari olahraga yang kompetitif, konsumsi obat beta blocker untuk mencegah jantung berdenyut terlalu cepat, atau menjalani operasi untuk menanamkan defibrilator yang dapat mengejutkan jantung kembali ke denyut listrik normal.
    \r\n
    Apa yang Harus Dilakukan
    \r\n
    Pastikan atlet remaja mendapatkan skrining yang direkomendasikan AHA.
    \r\n
    “Sangat penting bagi orangtua untuk memberitahu dokter bahwa mereka benar-benar ingin dokter melakukan skrining. Karena kadang kala banyak yang merasa bahwa orang hanya ingin seseorang untuk menandatangani formulir dan berasumsi bawah anak tersebut sehat.”, kata Mosesso.
    \r\n
    Kalau perlu, bawa salinan proses skrining AHA ketika mengunjungi dokter.
    \r\n
    Waspada terhadap gejala apapun.
    \r\n
    Masalah jantung yang menyebabkan serangan jantung dapat memberikan tanda-tanda seperti: nyeri dada dan hilang kesadaran (terutama akibat pengerahan tenaga), pingsan, palpitasi atau jantung berdebar-debar, menjadi mudah lelah, lemah, pusing, dan sesak napas.
    \r\n
    Olahraga akan meningkatkan beban pada jantung yang rentan, sehingga gejala tersebut cenderung terjadi selama atau setelah berolahraga.
    \r\n
    Siapkan Defibrillator Eksternal Otomatis (AED).
    \r\n
    AED Ini harus tersedia di sekolah dan di semua acara dan praktek olahraga. Tidak ada alasan untuk tidak menyediakan AED tersebut.
    \r\n
    AED juga tersedia di beberapa tempat kerja dan bangunan umum. Anda tidak perlu menjadi seorang dokter untuk menggunakannya karena ada petunjuk penggunaannya di alat tersebut. Setelah dipasang pada korban, alat akan mendiagnosa dan mengobati kelainan ritme secara otomatis.
    \r\nJika Anda ragu menggunakan AED atau ingin menjadi lebih siap dan juga belajar melakukan CPR, hubungi RS atau Palang Merah terdekat yang dapat memberikan pelatihan.\r\n
    Orang khawatir bahwa defibrillator membutuhkan pemeliharaan dan meningkatkan tanggung jawab, kata Lawless, tapi mesin AED telah terbukti menyelamatkan nyawa. “Kami tahu bahwa AED berguna,” kata Mosesso.
    \r\n

    http://dokita.co/blog/kematian-jantung-mendadak-penyebab-dan-pertolongan-pertama/

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Fashion

    Beauty

    Travel